------
Tak lama, aku mendengar pintu terbuka dengan dentang dan Mia muncul di ruang tamu.
"Hei, maaf meneleponmu begitu larut, ya?" [Mia]
"Tidak apa-apa, aku besok libur. Kopinya hitam, kan?" [Rintaro]
"Yup. Aku paling suka apa adanya." [Mia]
Aku menyuruhnya untuk duduk di sofa dan meletakkan kopi di depannya.
Dia menyesap cangkir sambil berkata, "Ku minum."
"Kau menyeduh secangkir kopi yang sangat enak, bukan?" [Mia]
"Aku sangat menyukai kopi, jadi aku menyeduhnya sendiri setiap hari dan sekarang aku percaya diri membuatnya seperti halnya memasak." [Rintaro]
"Kamu tahu apa yang orang orang katakan, kontinuitas adalah kuncinya. Aku pikir aku akan mencoba belajar membuat kopi sendiri..." [Mia]
Mia menyesap kopinya dengan ekspresi senang.
Suatu kehormatan untuk diapresiasi, tapi aku yakin kau tidak datang kesini untuk membahas kopi, kan.
"Jadi, ada apa? Apa ada yang penting sehingga kamu harus mengunjungi kamar anak cowok selarut ini?" [Rintaro]
"Ya, mmm... aku tidak tahu apakah ini penting atau tidak." [Mia]
Dia meletakkan cangkirnya kembali di atas meja, matanya melirikku.
"Apakah kamu menyadari ada sesuatu yang aneh tentang Rei dan Kanon akhir akhir ini?" [Mia]
"...Apa maksudmu?" [Rintaro]
"Mmm ya, agak sulit untuk mengatakannya. Tapi, apakah kamu menyadari sesuatu yang tidak biasa dalam sikap mereka atau semacamnya?" [Mia]
Aku mengerti. Jadi gadis ini ingin tahu tentang mereka berdua yang bermasalah, jadi dia datang ke sini untuk bertanya tentang mereka.
"Aku tidak akan menjelaskan detailnya karena alasan privasi, tapi sepertinya mereka berdua memiliki banyak pikiran. Kanon bahkan menghubungiku tempo hari dan mengatakan dia ingin membicarakannya saat itu." [Rintaro]
"Begitu ya. Rintaro-kun sangat populer, kan" [Mia]
"Aku akan mengucapkan terima kasih untuk itu." [Rintaro]
"Muuu, reaksimu tidak pantas untuk diejek. Aku mengharapkan reaksi yang lebih antusias" [Mia]
"Jika itu yang kamu incar, pergilah ke Kanon dan dengarkan saja kekhawatirannya." [Rintaro]
"Aku tidak perlu mendengarnya. Aku yakin ini tentang dia yang merasa lebih rendah dariku dan Rei atau semacamnya, kan?" [Mia]
Aku tidak bisa menahan tanganku untuk tidak menyesap kopiku.
Sudah terlambat, untuk menyembunyikan kekagetanku saat dia mengatakan itu.
"Aku tahu itu... jangan khawatir. Bukan karena kamu mudah dibaca atau apa, hanya saja aku sudah merasakan tanda tanda ini selama sekitar satu tahun." [Mia]
"Jadi selama ini kamu memperhatikannya." [Rintaro]
"Yah, bagaimanapun juga, ini adalah masalah rekan satu tim, dan aku yakin Rei entah bagaimana menyadarinya." [Mia]
"Jadi, bagaimana menurutmu tentang kekhawatiran Kanon?" [Rintaro]
"Tapi aku tidak terlalu peduli, karena itu sangat konyol" [Mia]
Mia, dengan tegas, menganggap kekhawatiran Kanon sebagai hal yang sepele.
Aku kehilangan kata kata, tapi dia melanjutkan.
"Kau tahu, Kanon jauh lebih berbakat dari yang kau kira. Dia mungkin merasa bahwa dia hampir tidak bisa mengikuti kita, tapi itu benar dari sudut pandangku juga. Tidak ada hari yang akan lancar tanpa mencoba, untuk mengikuti Rei dan Kanon, atau aku akan membebani mereka.---Aku percaya kita semua memiliki kekhawatiran yang sama, tanpa kecuali." [Mia]
"...Begitu. Jadi itu yang kamu maksud dengan konyol." [Rintaro]
Kekhawatiran Kanon agak tidak berdasar.
Mereka benar benar grup yang hebat.
Setiap anggota tidak memandang rendah satu sama lain, dan tidak ada perbedaan di antara merea dari luar.
Mereka bertiga sangat cocok. Dan itu pasti tidak lain dari mereka bertiga. Keseimbangan merka sedemikian rupa sehingga membuat orang percaya begitu.
PEsona dan bakat individu mereka tumpang tindih seperti mille-feuille. Itu sebabnya mereka adalah "Millefeuille Stars."
"Rei adalah orang yang aku tidak mengerti. Memang benar bahwa bahkan kita kadang kadang merasa sedikit gugup sebelum pertunjukkan langsung, tapi akhir akhir ini, dia lebih gelisah dari biasanya..." [Mia]
Dia sepertinya belum mendengar tentang situasi orang yang bersangkutan.
Rei tampaknya tidak terlalu tertutup tentang masalah ini. Aku tidak bisa berbuat apa apa, tetapi jika itu Mia, dia mungkin bisa membantunya dari dekat.
"Aku hanya mendengar sedikit tentang ini. Dia bilang ayahnya akan datang ke konser berikutnya." [Rintaro]
"Aah, begitu ya. Ayah Rei menentang aktivitas idolnya... jadi tidak heran dia merasa sangat tertekan." [Mia]
Mia berhenti dan menyesap dua kali kopinya yang sudah agak dingin. Dia kemudian menghela nafas, agak lega.
"Terima kasih, Rintaro-kun. Aku bisa mendapatkan sedikit kelegaan dari apa yang menggangguku." [Mia]
"Sama-sama. Kau punya sangat menyayangi teman temanmu, bukan?" [Rintaro]
"Tentu saja. Kami bertiga adalah satu. Jika salah satu dari kami hilang, kami bukan lagi Millefeuille Stars---. Kami bekerja dengan pola pikir seperti itu." [Mia]
Kata kata Mia dikeluarkan dengan sedikit canda ria, tapi aku merasa dia bersungguh-sungguh.
Mungkin dialah yang paling memikirkan Millefeuille Stars.
"Hei, Rintaro-kun, kenapa kamu selalu melakukan banyak hal untuk kami?" [Mia]
"Hah?" [Rintaro]
"Kamu tahu, kamu tidak harus seperti ini untuk mendengarkan masalah seseorang dengan cara yang ramah. Aku bisa mengerti jika kita sudah berteman lama, tapi kita baru mengenal satu sama lain kurang dari dua bulan, kan? Jadi aku bertanya tanya apakah kamu merasa jengkel harus mendengarkanku." [Mia]
"... Aku tidak merasa terganggu." [Rintaro]
Aku menyesap kopiku untuk merangkum pikiranku.
Lalu aku meletakkan cangkirku dan membuka mulutku lagi.
"Ketika aku masih kecil, aku ingin menjadi sesuatu yang membuat orang tersenyum." [Rintaro]
"Sesuatu?" [Mia]
"Seperti pahlawan yang menyelamatkan orang dan melindungi senyum mereka, atau dokter, atau... komedian yang membuat orang tertawa. Aku bermimpi memalukan bahwa aku ingin melihat banyak orang tersenyum." [Rintaro]
TLN: Sadarlah, kamu sudah menjadi pahlawan untuk gadis tertentu.
Namun, kenyataan datang ketika ibuku meninggalkanku pergi.
Pada hari itulah aku mulai memikirkan berbagai hal dengan cara yang sangat pragmatis.
"Tapi sebelum aku lulus SD, aku menyadari bahwa itu tidak mungkin. Aku tidak punya kekuatan untuk membuat banyak orang tersenyum. Paling paling, sebagai orang lemah, aku hanya bisa mewujudkannya pada satu orang yang ada di depan mataku." [Rintaro]
"..." [Mia]
"Jadi aku agak mengagumi kalian gadis gadis yang berdiri di atas panggung dan memukau penonton. Kurasa kalian bisa bilang aku sedang memimpikan masa lalu. Pokoknya, aku mengagumi kalian karena melakukan apa yang tidak bisa kulakukan." [Rintaro]
Jadi aku ingin membantu.
Itulah yang kuputuskan.
"Tentu saja, itu karena aku memiliki kontrak dengan Rei. Jika bukan karena kontrak Rei, aku tidak akan tahu banyak tentang kalian berdua, dan aku mungkin tidak akan terlalu mengagumi kalian." [Rintaro]
"fufu, kamu bahkan bukan penggemar pada awalnya." [Mia]
"Haha, ya..." [Rintaro]
Rasanya baru kemarin Rei mengajakku ke studio Fantasista Entertainment.
Hubunganku dengan Mia dan Kanon dimulai pada hari itu.
"Jika dukunganku dapat membantu Rei--- maksudku, Millefeuille Stars. maka mungkin aku yang lama bisa dapat merasakan kelegaan. Itulah yang kupikirkan." [Rintaro]
"...begitu. Aku mengerti apa yang kamu rasakan." [Mia]
Mia meminum sisa kopinya dan bangkit.
"Maaf sudah menahanmu begitu lama sampai kopinya dingin. Kalau begitu aku pergi dulu." [Mia]
"Begitu ya. Aku senang mendengar bahwa kamu mendapat sedikit kelegaan dari masalahmu" [Rintaro]
Mungkin karena ini musim hujan, tapi aku mendapat kesan bahwa semakin banyak orang yang mengalami masalah.
TLN: Aku tidak mengerti maksud dari musim hujan dan masalah, tapi coba baca ini: https://www.tsunagujapan.com/5-awful-things-about-japans-rainy-season/
Aku harap aku bisa menjadi yang pertama membantu Rei dengan masalahnya, tetapi hidup tampaknya tidak berjalan dengan baik.
"Ah, benar. Aku ingin memberitahumu sesuatu sebelum aku pergi" [Mia]
"Hmm...?" [Rintaro]
"Kamu sudah membuat cukup banyak orang tersenyum, mereka adalah Rei, Kanon... dan bahkan aku." [Mia]
Dia tersenyum nakal dan membelakangiku.
"Sampai juga besok, Rintaro-kun" [Mia]
"...! Mia! Umm... Terima kasih." [Rintaro]
"Fufu, sama sama." [Mia]
Selamat malam---
Setelah mengatakan itu, Mia meninggalkan kamarku.
Aku ditinggalkan sendirian, dan aku melihat ke langit langit, dengan lemah.
Aku merasa seolah olah hatiku telah dihargai, seolah olah aku telah diselamatkan. Tapi satu satunya hal yang menggangguku adalah Rei.
"Apakah tidak ada yang bisa aku lakukan untuk membantunya...?" [Rintaro]
Aku tahu ini dengan baik. Itu bukan jenis hubungan di mana aku bisa terlibat dalam urusan keluarganya. Jika orang luar mencoba mengeluh tentang sesuatu, pihak lain tidak memiliki kewajiban untuk mendengarkan.
Tetapi bahkan jika itu masalahnya.
Sebuah pikiran samar mulai berputar di dalam diriku, bertanya tanya apakah itu benar benar hal yang benar untuk dilakukan.
Aku merasa masih ada yang bisa kulakukan.
daftar isi || selanjutnya